Dulur-dulur sareng Baraya, ada baiknya kita melihat catatan ringkas hasil evaluasi potret lima tahun pemekaran daerah yang ditulis oleh kawan Mazhida. Hasilnya sejauh ini ternyata tidak banyak memberi manfaat kepada masyarakat setempat. Bagaimana supaya hal tersebut tidak terjadi di Kabupaten Pangandan nanti? Anda punya opini tentang hal itu? Silakan posting/email opini Anda ke Pansel Jabar.
Potret Lima Tahun Pemekaran Daerah: Kepentingan Politik (Selalu) Lebih Dominan
Kebijakan pemekaran daerah sudah berlangsung lima tahun. Dari hasil evaluasi terhadap daerah-derah pemekaran, policy itu ternyata tak banyak memberikan manfaat kepada masyarakat setempat. Bagaimana solusinya?
Pada tataran normatif, kebijakan pemekaran daerah seharusnya ditujukan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Namun, yang terjadi, kepentingan politik sering lebih dominan dalam berbagai proses pemekaran daerah itu. Bahkan, proses pemekaran daerah tak jarang menjadi bisnis politik dan uang.
Akibatnya, pelulusan daerah pemekaran sering diwarnai indikasi adanya korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Kepentingan substantif peningkatan pelayanan masyarakat, efisiensi penyelenggaraan pemerintahan, dan dukungan terhadap pembangunan ekonomi pun mempunyai potensi besar untuk tidak diindahkan.
Itulah salah satu kritik yang mengemuka dalam diskusi publik Problematika Pemekaran Wilayah dan Otonomi di Daerah Perbatasan yang dilaksanakan atas kerja sama Yayasan Harkat Bangsa (YHB), Yayasan Suluh Khatulistiwa (Yasukha), dan Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP) di Pontianak, Kalimantan Barat, beberapa waktu lalu.
Diskusi yang terselenggara atas dukungan Partnership for Governance Reform in Indonesia (PGRI) itu menghadirkan pembicara, antara lain, Dr Alfitra Salamm APU dari LIPI, Dr Pratikno MSocSc dari UGM, dan Maria Goreti, anggota DPD RI. Selain mereka, hadir pula tiga orang akademisi dari Kalimantan Barat.
Dalam paparannya, Pratikno mengidentifikasi tiga potensi penyimpangan proses pemekaran daerah, yaitu politik uang, politik identitas, dan free rider. Menurut dia, politik uang dipicu oleh panjangnya mata rantai yang harus dilalui dalam proses pemekaran suatu daerah. Merujuk pasal 16 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 120 Tahun 2000, sedikitnya ada sembilan tahap yang harus dilalui dalam prosedur pemekaran daerah.
Prosedur itu diawali (mobilisasi) kemauan politik masyarakat dan penelitian awal oleh pemerintah daerah, diperolehnya persetujuan dari berbagai pihak terkait (DPRD kabupaten/kota, DPRD provinsi, gubernur, Mendagri, dan DPOD), hingga persetujuan presiden dan DPR terhadap rancangan undang-undang (RUU) pembentukan daerah.
Selain prosedur yang sangat panjang, syarat-syarat yang harus dipenuhi sebuah daerah juga terbilang ketat. Kecuali syarat fisik kewilayahan dan batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan, syarat-syarat lain sangat mudah dimanipulasi.
Secara normatif, proses yang sangat panjang dan persyaratan yang ketat tersebut dimaksudkan untuk mengembangkan ketelitian dalam penetapan kebijakan dengan mempertimbangkan berbagai dimensi dan lapis kepentingan publik secara cermat. Namun, hal itu justru menimbulkan implikasi sebaliknya: menguras anggaran dan sumber daya ekonomi serta politik publik.
Dia menambahkan, jika politik uang menjadi cara untuk mengegolkan rencana pemekaran, berapa banyak uang yang harus dibelanjakan di setiap tahap yang masing-masing melibatkan banyak pelaku itu? Ujung-ujungnya, biaya tersebut akan dibebankan kepada daerah baru hasil pemekaran.
Kedua, mobilisasi dukungan politik masyarakat yang tidak jarang berbasis sentimen etnis dan/atau agama mengakibatkan politik identitas turut mewarnai proses pemekaran. Di daerah otonom dengan segmentasi etnis dan agama yang tegas, kontestasi politik dan segregasi sosial berbasis etnis atau agama sangat kentara.
Representasi politik tidak saja dituntut dalam institusi demokrasi semacam DPRD, tetapi juga di lembaga birokrasi. Kondisi itu jelas sangat menyulitkan. Selain koridor meritokrasi membuat perekrutan birokrasi tidak bisa didasarkan pada representasi etnis atau agama, kondisi tersebut juga memicu konflik baru yang sekaligus membuktikan kegagalan kita dalam mengelola masyarakat multikultur.
Ketiga, anggapan bahwa pemekaran adalah investasi politik dan ekonomi memicu hadirnya free rider yang bersedia mengalokasikan sumber daya keuangannya, baik dana privat maupun pemerintah. Walaupun tidak selalu menguntungkan publik, pemekaran daerah akan selalu menguntungkan elite, baik pada tingkat lokal maupun nasional.
Di mata elite politisi, pemekaran daerah berarti pelebaran sumber daya politik dalam bentuk jabatan-jabatan politik baru, baik kepala daerah maupun DPRD. Elite birokrasi juga akan mendapatkan keuntungan dengan promosi eselon dan jabatan struktural baru di daerah hasil pemekaran.
Selain itu, pelaku bisnis juga akan memetik keuntungan dari sirkulasi uang yang meningkat sejalan dengan pengembangan aktivitas ekonomi. Bahkan, organisasi masyarakat sipil memperoleh arena baru dalam menjembatani relasi antara masyarakat dan negara di tingkat lokal.
Setelah mengamati perkembangan pemekaran daerah yang berlangsung lima tahun terakhir, terdapat lima rekomendasi yang perlu disampaikan terkait dengan kebijakan pemekaran daerah.
Pertama, pemekaran daerah hendaknya tidak dilihat sebagai satu-satunya solusi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kerja sama antardaerah, baik kerja sama ekonomi, politik, maupun kultural, perlu dibangun sebagai alternatif solusi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat di daerah perbatasan.
Kedua, perlu ada kajian dan evaluasi yang serius untuk melihat kendala dan keberhasilan kebijakan pemekaran, termasuk mengevaluasi keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan di daerah hasil pemekaran. Sebelum dievaluasi, sebaiknya kebijakan pemekaran daerah dihentikan untuk sementara.
Ketiga, perlu ada proses pemekaran berjenjang. Dengan kata lain, sebelum sebuah daerah dimekarkan, daerah tersebut berstatus daerah pemekaran percobaan. Masa percobaan diberikan 2-3 tahun. Status resmi sebagai daerah pemekaran baru diberikan setelah terlihat indikasi keberhasilan.
Keempat, diperlukan kriteria baru yang tidak saja menekankan pada proses politik yang panjang, tetapi juga pertimbangan teknokratis yang menghitung secara jeli implikasi pemekaran bagi masyarakat setempat dan nasional.
Kelima, diperlukan inovasi manajemen dan kelembagaan yang difasilitasi pemerintah dan lembaga-lembaga lain sehingga inovasi penyelenggaraan pemerintahan daerah bisa dikembangkan di daerah hasil pemekaran baru itu. (nur hidayat/jpip)
SAMPURASUN..!
BalasHapusAda beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait dengan ini, yang ingin saya katakan adalah pemekaran seharusnya ditujukan untuk meningkatkan pelayanan publik guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan, jadi pertanyaannya kemudian apakah ketika Pangandaran menghendaki pemekaran apakah ini merupakan kepentingan rakyat? atau kepentingan elit?
Permasalahan yang akan menjadi isu di masyarakat ampamanya adalah akses pelayanan publik harus bisa di akses di Pangandaran, apa hanya itu yang jadi alasan untuk mekar? Apakah kemudian pemekaran ini hanya kepentingan elit lokal yang tanpa ada analisa-analisa artikulasi kesejahteraan, tapi lebih pada kesejahteraan borjuasi lokal.
Kuncinya adalah menurut saya bagaiman ketika Pangandaran mekar nanti harus ada pemimpin yang yang berasal dari grassroot yang pandai memetakan masalah dan problematika masyarakat. Kita mekar kan intinya ingin berubah, ingin adanya perubahan, kalo sama saja dengan nasib hari ini mah yan mending ga usah aja, trims..(Moch.Muhtadin)
Sampurasun..
BalasHapusKang..Kapan atuh ada pertemuan langsung nh?, di pangandaran atanapi di mana,kanggo klangkah-langkah strategisna, di antos konfirmasina kang..haturnuhun
Saya pernah kontak dg Presidium Pangandaran. Mereka memang ada keiinginan untuk mengundang para putera Pakidulan di/dari perantauan utk semacam pertemuan/urun rembug. Mereka sekarang tengah sibuk. Jadi tunggu saja undangan/perkembangannya.
BalasHapusngiring nimbrung...
BalasHapuskuring ngarasa bagja, mun pamaksudan urang sarerea tinekanan.Sugan we ari geus mekar mah, jalan ka buruan kuring di hot mix he.he..
teu kawas ayeuna, jalan teh robah jadi kolam renang...
hayu atuh ah urang wujudkeun cita-cita urang teh, 5 taun lain waktu sakeudeng, mudah-mudahan we teu lami deui kabupten pangandaran bisa ngawujud..
salam ka sadayana....
Saya setuju dengan pemekaran dengan catatan bahwa pemekaran benar2 untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat kecil, juga dengan adanya pemekaran ini jangan sampe ada konflik. yang pengen tahu isu pemekaran di Kabupaten Cilacap silahkan berkunjung ke :http://lemburkuringcilacapbarat.blogspot.com/ dan http://dayeuhluhur-cilacap.blogspot.com
BalasHapus