11 Juni 2009

Menyoal Aset Rakyat di Kawasan Wisata Pangandaran (2)


Ada dua hal yang menjadi argumen utama untuk meninjau kembali proses dan status peralihan lahan di Pangandaran dari HGU menjadi HGB. Pertama dari aspek legal. Dalam ketentuan peraturan-perundangan (antara lain: UUPA No.5/1990; PP No.40/1996) tegas dinyatakan bahwa jika dalam waktu 3 tahun pemegang izin HGU atau HGB menelantarkan lahannya; dan/atau tidak merealisasikan rencana pembangunannya; maka izin dapat ditinjau lagi atau dicabut untuk kemudian diberikan kepada pihak lain yang lebih mampu –tentu saja proses pemberian izin dilakukan secara terbuka sesuai peraturan dan prosedur yang berlaku.

Pada kenyataannya selama 13 tahun PT. Startrust tidak menunjukan tanda-tanda kemampuan untuk merealisasikan pembangunannya sesuai MoU dengan Pemda Kabupaten Ciamis. Sisi lain dari kenyataan itu, tidak kelihatan upaya yang berarti dari Pemda Ciamis untuk selalu memantau dan menentukan langkah-langkah yang diperlukan atas segala progress/perkembangan yang terjadi. Dengan itu pula selama 13 tahun tidak ada kejelasan, baik dalam hal kebijakan maupun rencana pembangunan untuk lahan eks HGU tersebut. Selama 13 tahun lahan eks HGU yang memiliki luas sekitar 375 hektar tersebut dapat dikatakan terlantar.

Satu argumen tersebut di atas telah lebih dari cukup untuk meninjau kembali perijinan sekaligus mencabutnya!

Argumen kedua, bahwa perubahan aspek politik, ekonomi, sosial dan lingkungan yang terjadi dalam satu dekade ini; merupakan momen yang tepat untuk berpikir ulang kepada siapa dan untuk siapa pengelolaan lahan eks HGU tersebut diperuntukan.

Sekurangnya ada empat hal yang melandasi argumen kedua. Pertama dari aspek perubahan politik. Dalam perjalanan satu dekade terakhir terjadi perubahan politik yang signifikan di Ciamis Selatan yakni dengan berkembang dan disetujuinya aspirasi pembentukan Kabupaten Pangandaran. Sebagai calon kabupaten baru, maka aset-aset yang ada di Ciamis Selatan perlu dihitung dan distrategikan ulang. Para anggota legislatif dan para pemimpin Ciamis Selatan mesti berhitung berkali-kali; benarkah aset rakyat eks HGU PT PN VIII Batulawang yang memiliki nilai strategis tersebut akan diserahkan kepada pihak swasta untuk dijadikan/dibangun perumahan yang kemudian di masa depan akan berubah status menjadi hak-hak milik pribadi? Bagaimana Anda semua akan mempertangung jawabkan hal tersebut kepada generasi mendatang?

Kedua dari aspek ekonomi. Sejalan dengan pembentukan kabupaten baru maka sumber-sumber ekonomi perlu dikembangkan dan/atau diciptakan. Sumber-sumber ekonomi itu adalah yang dapat memberi penghidupan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Lahan eks HGU yang memiliki luas 375 ha merupakan potensi besar yang dapat mengantarkan terwujudnya kemakmuran rakyat tempatan. Jika dibandingkan, peruntukan/pengelolaan perkebunan kelapa dan coklat di masa lalu jauh lebih memberikan kontribusi yang berarti bagi perekonomian rumah tangga untuk masyarakat yang ada di sekitarnya, ketimbang dijadikan perumahan elit.

Ketiga dari aspek sosial. Sekiranya, taruh kata bahwa lahan eks HGU tersebut diperuntukan bagi perumahan. Mengapa tidak mempertimbangkan aspek sosial setempat. Mengapa perumahan yang ada (telah dibangun) justru diperuntukan bagi orang-orang luar. Saya percaya orang-orang Pangandaran atau Ciamis Selatan memiliki kemampuan yang bisa diandalkan untuk mendapatkan mengelola HGB dalam luasan-luasan kecil (5 ha sesuai peraturan) yang diperuntukan bagi pembangunan perumahan warga lingkungan Pangandaran yang murah dan sehat. Persoalan pemukiman/perumahan di Pangandaran dan sekitarnya telah menjadi isu/persoalan saat ini dan masa mendatang. Coba tengok pemukiman rakyat yang berdesakan mulai dari Kampung Japuh, Bulak Laut, Wonoharjo, Karang Salam, dan juga Pananjung. Siapa peduli menciptakan dan menata perumahan rakyat yang murah dan sehat??

Dari aspek lingkungan. Pembangunan perumahan (property) di lahan eks HGU, dari pengalaman tsunami yang baru saja kita lalui menghadapi resiko besar. Pertimbangan ini sekaligus mengoreksi butir tiga di atas, bahwa pembangunan perumahan di lahan eks HGU tidak cocok. Formasi vegetasi perkebunan yang terkelola dengan baik di masa lalu bahkan lebih dapat diandalkan sebagai peredam alami jika sewaktu-waktu gelombang tsunami menyambangi lagi Pangandaran.

Apa yang bisa dilakukan segera?

Stop dan cabut izin HGU/HGB! Lalu berlakukan dahulu status quo atas lahan tersebut, sampai Kabupaten Pangandaran terbentuk secara definitif di tahun 2011. Persiapkan oleh pemerintahan baru Kabupaten Pangandaran nanti atau para anggota legislatif dan para pemimpin Ciamis Selatan yang berjaya saat ini, langkah-langkah untuk mengambil alih lahan eks HGU tersebut untuk dikelola oleh suatu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Pangandaran; serta dikelola dan diperuntukan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Sekarang, sambil menunggu proses itu kita boleh leluasa bereksplorasi untuk memberi masukan kepada para anggota legislatif dan para pemimin Ciamis Selatan; seperti apa hendaknya lahan eks HGU tersebut mesti dikelola?

(bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar