Menyoal Hasil Penilaian
Dalam hari-hari, mingu-minggu atau bulan-bulan ke depan ekspresi kekecewaan warga pakidulan Ciamis mungkin akan terus bermunculan menyoal tentang hasil penilaian kelayakan pemekaran kabupaten Ciamis Selatan.
Saya sendiri percaya dengan integritas tim dari Unpad dan ITB yang melakukan kajian penilaian tersebut. Meski belum membaca hasil lengkapnya, kajian itu tentu dilakukan sesuai dengan petunjuk atau pedoman tentang tata-cara dan aspek penilaian pembentukan daerah sesuai acuan PP No.78 Tahun 2007.
Kriteria dan indikator pemekaran/pembentukan kabupaten baru dari PP tersebut sarat dengan angka-angka dan rasio, yang jika diterapkan maka hasilnya tentu adalah potret-potret keterbelakangan atau kekurangan. Jika hasilnya adalah kekurangan maka gampang saja disimpulkan bahwa suatu daerah tersebut tidak layak untuk dimekarkan atau dibentuk sebagai kabupaten baru.
Dari situ kemudian kita dapat menangkap logikanya, yakni daerah-daerah yang tidak memiliki atau kurang dalam; sumberdaya manusia, pusat-pusat pelayanan, pendidikan, lembaga keuangan, sumber pendapatan setempat, kontribusi ekonomi dan lain-lain, maka sekali lagi disimpulkan tidak layak untuk dimekarkan atau dibentuk sebagai kabupaten baru.
Dalam telaah saya logika tersebut sungguh sangat paradok! Bukankah esensi dari pemekaran atau pembentukan dari kabupaten baru tersebut adalah justru untuk memajukan daerah? Dengan pembentukan kabupaten baru justru layanan-layanan publik akan ditingkatkan, infastruktur diperkuat, pusat-pusat pendidikan akan dibangun, lembaga keuangan dipermudah dan lain-lain untuk memicu sumberdaya manusia lokal dalam mengelola segenap potensi sumberdaya alam yang dimiliki, sehingga pada gilirannya akan memicu pertumbuhan ekonomi dan memberikan kontribusi yang berarti bagi pembangunan propinsi dan nasional.
Itulah akibatnya jika penilaian hanya didasarkan atas sesuatu yang ada saat ini atau sesuatu yang hanya tampak di permukaan saja, maka hasilnya akan menyakitkan karena yang terbaca adalah kekurangan-kekurangan dan/atau masalah-masalah. Lebih-lebih lagi jika penilaian itu dilakukan dengan menggunakan ‘kacamata kuda”, yang melakukan pandangan terhadap daerah secara sempit.
Menilai Ciamis Selatan dengan Spirit dan Visi
Memandang dan menilai daerah Ciamis Selatan hendaknya dilihat dalam konteks yang lebih luas, yakni konteks regional Pantai Selatan Jawa Barat (Pansel Jabar). Sejalan dengan itu menilai Ciamis Selatan juga tidak memadai hanya dengan melihat apa-apa yang ada atau terjadi saat ini melalui indikator-indikator fisik yang mungkin akan cepat kedaluarsa. Memandang dan menilai Ciamis Selatan mesti dengan spirit dan visi.
Warga pakidulan membangun wacana dan memperjuangkan aspirasi pemekaran atau pembentukan kabupaten baru bukan hanya bertolak dari kekurangan-kekurangan atau permasalahan-permasalahan yang ada saat ini. Melainkan lebih berdasarkan pada cita-cita atau visi ke depan. Karena jika hanya berbicara dan memperjuangkan kekurangan atau pemasalahan yang ada, selain juga menyakitkan, paling maksimal hasilnya adalah kekurangan/masalah itu selesai atau terpenuhi.
Aspirasi warga pakidulan untuk memperjuangkan pemekaran atau pembentukan kabupaten baru lebih didasarkan atas cita-cita atau visi ke depan. Seuatu yang ingin diwujudkan dan hendak diwariskan kepada generasi penerus. Demikianlah saya yakin seyakin-yakinnya bahwa aspirasi pemekaran/pembentukan kabupaten baru yang berorientasi ke depan jauh lebih enak dibicarakan dan dipikirkan, ketimbang berkutat pada permasalahan-permasalahan yang ada.
Dapat saya paparkan sekurangnya ada tiga cita-cita atau visi besar yang berhasil saya rekam dari berbagai aspirasi dari warga pakidulan di sepanjang pantai selatan Jabar, sebagai berikut:
1. Infrastruktur dan Pusat Layanan Publik yang Menjangkau Rakyat
Infrasturktur dan pusat-pusat layanan publik seperti sarana dan prasarana transportasi, rumah sakit, universitas atau pusat-pusat pendidikan, layanan lembaga keuangan/permodalan, dan lain-lain dapat cepat terwujudkan serta menjangkau seluruh warga pakidulan dengan jangkauan yang mudah dan berkualitas.
2. Kawasan Pariwisata Internasional
Daerah pantai selatan Jabar ingin dikembangkan sebagai kawasan pariwisata internasional, sebagai opsi/pilihan wisata selain Bali. Keadaan lingkungan alam yang strategis dan eksotis, sangat memungkinkan untuk itu. Dalam koteks regional, tempat-tempat wisata yang ada di sepanjang pantai selatan Jabar mestinya dapat ditempuh hanya dalam waktu dua jam perjalan darat (sampai ke Panandaran) dari ibukota propinsi Bandung. Sebagaimana kita tahu, beberapa waktu lalu jarak tempuh Jakarta-Bandung bisa mencapai lima sampai enam jam. Kini semua hanya tinggal tinggal kenangan, Jakarta Bandung hanya dua jam saja. Sisatawan (dan perkonomian) kemudian kini banyak tertahan/tertumpuk di ibukota propinsi.
3. Rute dan Pusat Perekonomian Baru
Dalam konteks yang lebih luas lagi, Pantura (Pantai Utara) mulai dari Pantura Jatim, Jateng dan Jabar sudah cukup kenyang dengan segala insentif untuk mencapai kemajuan pembangunan. Pusat-pusat pertumbuhan ekonomi mulai bergeser pada taraf yang stagnan atau jenuh. Sebaliknya kawasan pantai selatan Jawa, miskin atau minimalis dalam insentif-insentif itu. Kawasan pantai selatan Jabar dapat dikatakan sebagai daerah yang belum kena sentuhan perekonomian.
Ciamis Selatan, khususnya Pangandaran (sepeti juga tempat lainnya di selatan) memiliki keadaan alam yang potensial serta letak yang strategis sebagai simpul pusat pertumbuhan ekonomi baru. Pangandaran adalah pintu gerbangnya Jabar di bagian selatan dari Yogja dan Jateng. Demikian juga daerah pantai selatan Jabar, merupakan serambi paling depan yang berhadapan langsung dengan salah satu raksasa perkonomian, yakni Australia.
Pembangunan pelabuhan laut internasional di Pangandaran, pembangunan infrasturktur jalan (yang setara dengan jalan tol) yang menghubungkan Jogya dan Jateng selatan, terus ke Pangandaran, Cipatujah, Pameungpeuk, Garut dan Bandung; dapat menjadi rute perkeonomian baru untuk perniagaan baik regional maupun internasional.
Itulah antara lain spirit dan visi besar warga pakidulan Jabar. Sesuatu yang tidak akan terlihat jika dengan ‘kacamata kuda’ serta instrumen (pendekatan) konvensional. Sekali lagi melihat Pangandaran dan Ciamis Selatan tidak memadai jika dipandang secara lokalan. Melihat Ciamis Selatan tidak dapat terlepaskan dari konteks regional yang lebih besar, yakni daerah-daerah yang ada di sepanjang pantai selatan Jabar.
Wacana DRPD Ciamis dan juga lontaran-lontaran warga untuk meminta penilaian ulang atas kelayakan Ciamis Selatan mungkin hasilnya akan tidak jauh berbeda dengan hasil yang telah diperoleh oleh tim dari Unpad dan ITB. Selama kriteria dan cara atau pendekatannya tidak berubah.
Yang kita perlukan adalah bukan saja penilaian kelayakan seperti yang telah dilakukan, melainkan penilaian kelayakan atas cita-cita atau visi besar tadi di atas. Dengan demikian hasilnya pasti akan berbeda karena akan menghasilkan “tantangan-tantangan” (bukannya ‘masalah-masalah’ yang punya konotasi menyakitkan). Tantangan-tantangan itulah yang akan memicu adrenalin para putera-puteri pantai selatan Jawa Barat untuk berjuang mewujudkan cita-cita itu.
Sementara itu, putera-puteri yang tinggal di bagian tengah dan utara Jabar, serta tentunya Pemerintahan Kabupaten Ciamis sekarang dan Pemerintahan Propinsi Jabar, tidak cukup lagi merespon visi besar warga padikulan ini dengan cara-cara yang formal dan konvensional belaka. Melainkan bersatu padu mendukung dan memfasilitasi percepatan perwujudan kemajuan daerah selatan Jabar. Karena visi besar warga pakidulan pada hakekatnya adalah visi bersama kemajuan warga tatar Sunda. (bersambung).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar