03 Januari 2011

Visi Pembangunan Pantai Selatan Jabar (Bag. 1)

Pengantar

(ini tulisan pertama blog ini | di-posting ulang diurutan pertama atas permintaan seseorang)


Pembentukan kabupaten baru boleh jadi merupakan salah satu strategi untuk mempercepat pembangunan daerah-daerah tertinggal di selatan Jawa Barat. Aspirasi itu telah muncul dan diperjuangkan di berbagai tempat. Mulai dari sisi barat di Sukabumi Selatan, sampai ke sisi timur di Ciamis Selatan. Tetapi sampai sejauh ini fakta menunjukan bahwa belum ada satupun kisah sukses keberhasilan pembentukan kabupaten baru di selatan Jabar ini.

Mengapa aspirasi-aspirasi dan perjuangan-perjuangan itu kandas atau terganjal di jalan? Tulisan ini saya buat sebagai sumbangan pemikiran untuk memperkuat cita-cita (visi) dan spirit perjuangan untuk pembangunan daerah di sepanjang pantai selatan Jabar. Tulisan akan saya buat dan muat dalam beberapa bagian, mencuri waktu di sela kegiatan rutinitas tutup tahun.


02 Januari 2011

Visi Pembangunan Pantai Selatan Jabar (Bag. 2)

Menyoal Hasil Penilaian

Dalam hari-hari, mingu-minggu atau bulan-bulan ke depan ekspresi kekecewaan warga pakidulan Ciamis mungkin akan terus bermunculan menyoal tentang hasil penilaian kelayakan pemekaran kabupaten Ciamis Selatan.

Saya sendiri percaya dengan integritas tim dari Unpad dan ITB yang melakukan kajian penilaian tersebut. Meski belum membaca hasil lengkapnya, kajian itu tentu dilakukan sesuai dengan petunjuk atau pedoman tentang tata-cara dan aspek penilaian pembentukan daerah sesuai acuan PP No.78 Tahun 2007.


01 Januari 2011

Visi Pembangunan Pantai Selatan Jabar (Bag. 3)

'Meruwat' Pantai Selatan

Pengumuman barusan tentang hasil penilaian kelayakan Ciamis Selatan sebagai kabupaten baru, sejujurnya bagi saya tidak mengejutkan. Karena saya mengamati hal itu mulai dari Sukabumi Selatan, yang pertama membangun wacana dan memperjuangkan aspirasi pemekaran kabupaten di selatan Jabar. Kemudian bergulir dan merembet ke Cianjur Selatan, Bandung Selatan, Garut Selatan dan Tasik Selatan, yang terakhir Ciamis Selatan. Dan kita tahu hasilnya, semuanya "rontok"!


05 Juli 2009

Selamat Jalan Kawan ...


Pangandaran telah kehilangan salah satu putera terbaiknya. Kang Sony, tadi pagi jam 2:00 wib, tanggal 5 Juli 2009, telah dipanggil Tuhan. Kang Sony adalah salah seorang inisiator pembentukan Kabupaten Pangandaran. Kang Sony, turut mengawal perjuangan inspirasi dan aspirasi masyarakat Ciamis Selatan dengan berperan sebagai Sekjen Presidium Pangandaran. Kami semua kehilangmu kawan. Semoga engkau mendapat tempat yang layak di sisi-Nya dan diampuni segala dosa-dosanya. Amin. Kami tetap merapat melanjutkan cita-cita dan semangat perjuanganmu. Selamat jalan kawan. -GG

22 Juni 2009

Sempadan Pantai Batukaras Dikuasai Swasta

Warga Desa Batukaras, Kec. Cijulang mempertanyakan kepemilikan area harim laut (garis sempadan pantai) di objek wisata Pantai Batukaras (Blok Legokpari/Bungalow) oleh PT Relasindo. Harim laut yang notabene merupakan tanah negara, menurut warga jangan dijadikan milik perseorangan.

Dari keterangan yang dikumpulkan, Rabu (17/6) kemarin, menyebutkan, keluhan warga mulai menyeruak karena PT Relasindo belakangan membuat benteng setinggi 75 cm di area itu. Wisatawan yang hendak menikmati pemandangan laut menjadi terganggu dan tidak leluasa lagi seperti dulu.

Setelah benteng itu dibangun, wisatawan yang akan menikmati Pantai Batukaras ke arah Barat menjadi tidak leluasa karena wisatawan yang akan ke sana, harus melompati benteng," kata Suherman (50) warga setempat.

Ia juga mengatakan, akibat pembangunan benteng, warga yang semula berjual beli di lahan "milik" PT Relasindo pun menjadi tidak ada.

Berdasarkan keterangan yang diperoleh, lahan di Blok Legokpari, Desa Batukaras itu semula berstatus tanah (milik) negara (TN). Lahan itu, sejak 2002 tiba-tiba diklaim milik PT Relasindo setelah terjadi proses jual-beli dengan Pemerintahan Desa Batukaras.

Kepala Desa Batukaras, Kec. Cijulang Ikin Sodikin ketika dikonfirmasi membenarkan soal asal tanah itu. Ia mengatakan, dulu lahan di Blok Legokpari, Desa Batukaras itu memang berstatus TN.

Namun pihak desa kemudian menjual tanah tersebut. "Namun, kejadian penjualan tanah ke PT Relasindo tersebut sebelum saya menjabat kepala desa," ujarnya.

Serahkan Uang

Ia mengatakan, sepengetahuannya, kepala desa lama sempat menyerahkan uang kepada seseorang untuk membebaskan lahan yang dijualnya ke PT Relasindo. "Namun, hingga sekarang kepemilikan lahan belum berpindah juga, alias masih "milik" PT Relasindo," ujarnya.

Dihubungi terpisah, anggota DPRD Ciamis asal Cimerak, Asep Irfan Alawi mengatakan, kepemilikan area harim laut di Blok Legokpari melalui proses jual-beli oleh perusahaan tertentu, tidak diperkenankan. Kecuali jika kepemilikan harim laut itu dilakukan melalui ruislag (tukar guling), serta melalui persetujuan DPRD.

"Saya dengar, alih status kepemilikan lahan harim laut di Blok Legokpari Desa Batukaras melalui jual-beli oleh pemerintahan desa kepada perusahaan. Maka saya berpandangan, hal itu menyalahi aturan," tutur Asep Irfan.

Anggota DPRD Jabar H. Engkus Kusnadi mengatakan, jika proses penguasaan lahan untuk tujuan usaha yang biasanya berstatus Hak Guna Usaha (HGU), hal itu diperbolehkan.

"Namun demikian, pemegang HGU harus merealisasikan kegiatan usaha/jasa itu dalam kurun waktu tiga tahun, sejak perjanjian ditandatangani. Jika dalam kurun waktu itu kegiatan usaha/jasa tidak dilaksanakan, pemerintah harus berani bertindak," tutur Engkus.

Sumber : A-112

11 Juni 2009

Menyoal Aset Rakyat di Kawasan Wisata Pangandaran (2)


Ada dua hal yang menjadi argumen utama untuk meninjau kembali proses dan status peralihan lahan di Pangandaran dari HGU menjadi HGB. Pertama dari aspek legal. Dalam ketentuan peraturan-perundangan (antara lain: UUPA No.5/1990; PP No.40/1996) tegas dinyatakan bahwa jika dalam waktu 3 tahun pemegang izin HGU atau HGB menelantarkan lahannya; dan/atau tidak merealisasikan rencana pembangunannya; maka izin dapat ditinjau lagi atau dicabut untuk kemudian diberikan kepada pihak lain yang lebih mampu –tentu saja proses pemberian izin dilakukan secara terbuka sesuai peraturan dan prosedur yang berlaku.

Pada kenyataannya selama 13 tahun PT. Startrust tidak menunjukan tanda-tanda kemampuan untuk merealisasikan pembangunannya sesuai MoU dengan Pemda Kabupaten Ciamis. Sisi lain dari kenyataan itu, tidak kelihatan upaya yang berarti dari Pemda Ciamis untuk selalu memantau dan menentukan langkah-langkah yang diperlukan atas segala progress/perkembangan yang terjadi. Dengan itu pula selama 13 tahun tidak ada kejelasan, baik dalam hal kebijakan maupun rencana pembangunan untuk lahan eks HGU tersebut. Selama 13 tahun lahan eks HGU yang memiliki luas sekitar 375 hektar tersebut dapat dikatakan terlantar.

Satu argumen tersebut di atas telah lebih dari cukup untuk meninjau kembali perijinan sekaligus mencabutnya!

Argumen kedua, bahwa perubahan aspek politik, ekonomi, sosial dan lingkungan yang terjadi dalam satu dekade ini; merupakan momen yang tepat untuk berpikir ulang kepada siapa dan untuk siapa pengelolaan lahan eks HGU tersebut diperuntukan.

Sekurangnya ada empat hal yang melandasi argumen kedua. Pertama dari aspek perubahan politik. Dalam perjalanan satu dekade terakhir terjadi perubahan politik yang signifikan di Ciamis Selatan yakni dengan berkembang dan disetujuinya aspirasi pembentukan Kabupaten Pangandaran. Sebagai calon kabupaten baru, maka aset-aset yang ada di Ciamis Selatan perlu dihitung dan distrategikan ulang. Para anggota legislatif dan para pemimpin Ciamis Selatan mesti berhitung berkali-kali; benarkah aset rakyat eks HGU PT PN VIII Batulawang yang memiliki nilai strategis tersebut akan diserahkan kepada pihak swasta untuk dijadikan/dibangun perumahan yang kemudian di masa depan akan berubah status menjadi hak-hak milik pribadi? Bagaimana Anda semua akan mempertangung jawabkan hal tersebut kepada generasi mendatang?

Kedua dari aspek ekonomi. Sejalan dengan pembentukan kabupaten baru maka sumber-sumber ekonomi perlu dikembangkan dan/atau diciptakan. Sumber-sumber ekonomi itu adalah yang dapat memberi penghidupan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Lahan eks HGU yang memiliki luas 375 ha merupakan potensi besar yang dapat mengantarkan terwujudnya kemakmuran rakyat tempatan. Jika dibandingkan, peruntukan/pengelolaan perkebunan kelapa dan coklat di masa lalu jauh lebih memberikan kontribusi yang berarti bagi perekonomian rumah tangga untuk masyarakat yang ada di sekitarnya, ketimbang dijadikan perumahan elit.

Ketiga dari aspek sosial. Sekiranya, taruh kata bahwa lahan eks HGU tersebut diperuntukan bagi perumahan. Mengapa tidak mempertimbangkan aspek sosial setempat. Mengapa perumahan yang ada (telah dibangun) justru diperuntukan bagi orang-orang luar. Saya percaya orang-orang Pangandaran atau Ciamis Selatan memiliki kemampuan yang bisa diandalkan untuk mendapatkan mengelola HGB dalam luasan-luasan kecil (5 ha sesuai peraturan) yang diperuntukan bagi pembangunan perumahan warga lingkungan Pangandaran yang murah dan sehat. Persoalan pemukiman/perumahan di Pangandaran dan sekitarnya telah menjadi isu/persoalan saat ini dan masa mendatang. Coba tengok pemukiman rakyat yang berdesakan mulai dari Kampung Japuh, Bulak Laut, Wonoharjo, Karang Salam, dan juga Pananjung. Siapa peduli menciptakan dan menata perumahan rakyat yang murah dan sehat??

Dari aspek lingkungan. Pembangunan perumahan (property) di lahan eks HGU, dari pengalaman tsunami yang baru saja kita lalui menghadapi resiko besar. Pertimbangan ini sekaligus mengoreksi butir tiga di atas, bahwa pembangunan perumahan di lahan eks HGU tidak cocok. Formasi vegetasi perkebunan yang terkelola dengan baik di masa lalu bahkan lebih dapat diandalkan sebagai peredam alami jika sewaktu-waktu gelombang tsunami menyambangi lagi Pangandaran.

Apa yang bisa dilakukan segera?

Stop dan cabut izin HGU/HGB! Lalu berlakukan dahulu status quo atas lahan tersebut, sampai Kabupaten Pangandaran terbentuk secara definitif di tahun 2011. Persiapkan oleh pemerintahan baru Kabupaten Pangandaran nanti atau para anggota legislatif dan para pemimpin Ciamis Selatan yang berjaya saat ini, langkah-langkah untuk mengambil alih lahan eks HGU tersebut untuk dikelola oleh suatu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Pangandaran; serta dikelola dan diperuntukan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Sekarang, sambil menunggu proses itu kita boleh leluasa bereksplorasi untuk memberi masukan kepada para anggota legislatif dan para pemimin Ciamis Selatan; seperti apa hendaknya lahan eks HGU tersebut mesti dikelola?

(bersambung)

10 Juni 2009

Menyoal Aset Rakyat di Kawasan Wisata Pangandaran (1)


Di kawasan wisata Pangandaran terletak tanah eks HGU PT PN VIII Batulawang seluas lebih kurang 375 hektar. Segera setelah masa HGU berakhir pada tahun 1996, hak pengelolaannya beralih ke tangan sebuah perusahaan swasta bernama PT. Startrust. Menyusul kemudian pada tahun yang sama dibuat MoU antara pihak perusahaan dengan Pemda Ciamis untuk membangun Kawasan Objek Wisata Terpadu (KOWT).

Setahun sejak MoU dibuat, yakni pada tahun 1997 status lahan kemudian berubah menjadi Hak Guna Bangunan (HGB). Setelah mengantungi HGB tersebut perusahaan dengan leluasa membangun perumahan elit yang telah dibangun di bagian barat lahan tersebut, yakni di Cikembulan.

Apa arti dari semua ini? Itu berarti aset rakyat telah disulap menjadi hak-hak pribadi! Tiga belas tahun sudah proses itu telah berjalan.

Saya ingin mengistilahkan kasus eks HGU di kawasan wisata Pangandaran tersebut sebagai ‘penggelapan’ aset rakyat. Tetapi saya belum berani untuk menyatakan istilah ‘penggelapan’ tersebut dalam konteks/pengertian KKN, karena hal tersebut memerlukan penyelidikan lanjut dan fakta hukum yang memadai.

Istilah ‘penggelapan’ yang saya maksud di atas lebih kepada; kita sebagai warga Pangandaran ‘gelap’ atas informasi mau diapakan aset rakyat tersebut, oleh siapa dan untuk siapa? Sudah tiga belas tahun tak ada satupun pihak yang dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan meyakinkan.

Kita sebagai orang kebanyakan warga pakidulan memang awam tentang hukum. Yang kita tahu adalah bahwa tanah HGU itu adalah tanah negara yang diperuntukan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyatnya, sebagaimana amanat konstitusi dasar. Keawaman kita boleh jadi menjadi bahan ‘sulapan’ oleh mereka yang punya ‘power’ dan lebih melek hukum; menyulap aset publik menjadi aset private.

Apa yang tengah terjadi untuk kasus ‘penggelapan’ aset rakyat di kawasan wisata Pangandaran tersebut, akan menjadi barometer bagi tempat-tempat lainnya khususnya di daerah Pantai Selatan Jabar (Pansel Jabar) yang memiliki aset serupa berupa lahan-lahan eks HGU. Jika di Pangandaran saja yang relatif lebih mudah/terbuka dari sisi aksesibilitas tempat, informasi, hukum dan lain-lain; secara pelan tapi pasti aset rakyat-nya telah ‘digelapkan’’; konon lagi dengan tempat-tempat lainnya yang lebih terpencil.

Kawasan Objek Wisata Terpadu (KOWT) yang menjadi dasar disepakatinya MoU antara Pemda Ciamis dengan PT. Startrust, tak lebih sebagai bungkus atau iming-iming belaka untuk mengaburkan proses peralihan hak publik ke hak private. Faktanya sudah tiga belas tahun tak ada kejelasan apa-apa tentang kebijakan dan rencana pembangunan KOWT tersebut. Fakta lainnya, yang terjadi justru pembangunan perumahan elit dan pengkaplingan.

Dulur-dulur warga Pansel Jabar, khususnya warga Pangandaran dan sekitarnya; baik yang di lembur maupun yang di pangumbaraan; Ada beberapa pertanyaan yang ingin saya lontarkan:

Bagaimanakan kita akan bercerita ke anak-cucu nanti tentang sejarah aset rakyat di Pangandaran? Mungkinkah anak-cucu kita nanti dapat menikmati manfaat dari aset rakyat tersebut? Tiga belas tahun adalah waktu yang lebih dari cukup untuk menunggu dan berdiam diri.

Masih ada pedulikah kita atau masih terbelenggu rasa takut?

Sekarang sudah bukan jamannya takut! Bicaralah!

(bersambung)


09 Juni 2009

DPRD Kab. Ciamis Mendesak Pembentukan Kab. Pangandaran

CIAMIS, (PRLM).- Sejumlah anggota DPRD Kab.Ciamis dipimpin Ketua DPRD Kab.Ciamis Jeje Wiradinata, Selasa (9/6), temui Komisi A DPRD Jawa Barat (Jabar) di Bandung. DPRD Kab. Ciamis mendesak kepada DPRD Jabar, untuk segera mempercepat proses pembentukan Kab. Pangandaran, dengan memberikan persetujuan atas rencana pembentukan daerah otonom di daerah Ciamis selatan itu.

Ketua DPRD Jeje didampingi K.H. Ismail, Dede Heru, Jajang, Puying Sudrajat dan lainnya, diterima oleh Wakil Ketua DPRD Jabar Husin Al-Banjary, Ketua Komisi A Jabar Silalahi dan anggotanya.

"Kami memohon agar DPRD Jabar membantu untuk percepatan Kab. Pangandaran," kata Jeje usai pertemuan.

Menurut Jeje Wiradinata, pada tanggal 15 Februari 2009 lalu, Bupati Ciamis sudah menyerahkan hasil persetujuan pembentukan Kab. Pangandaran ditingkat Ciamis. Pada surat persetujuan itu juga diserahkan, hasil kajian yang dilakukan oleh Universitas Padjadjaran, (Unpad) Bandung. Hasil kajian itu, memberikan gambar bahwa pembentukan Kab. Pangandaran layak.

Harapan DPRD Kab.Ciamis dan warga Pangandaran sekitarnya, meminta agar Jabar segera memberikan rekomendasi untuk persetujuan pembentukan daerah otonom Kab. Pangandaran. Karena tidak ada alasan bagi gubernur untuk menunda atau memperlambat rekomendasi itu.

Kepada Dewan Jabar, kata Jeje yang juga tokoh asal Pangandaran, dimohon untuk membantu mempercepat proses, dengan meminta kepada gubernur segera membahas masalah itu, dengan dewan. Dengan demikian ada kepastian, bahwa aspirasi dari warga Ciamis selatan diperhatikan."Harapan kita Juni sudah turun rekomendasi dari Jabar," katanya.(A-97/kur)***

08 Juni 2009

Politisi Ciamis Selatan Bentuk Forum Percepatan Pembentukan Kab. Pangandaran

CIAMIS, (PRLM).- Sejumlah politisi asal Ciamis selatan membentuk Forum Percepatan Pembentukan Kabupaten Pangandaran. Hal itu dilakukan karena mereka menilai proses pemisahan 10 kecamatan yang bersatu membentuk Kabupaten Pangandaran, berjalan lambat.

"Forum ini bukan sebagai saingan atau menandingi Presidium Pembentukan Kabupaten Pangandaran. Kami hanya ingin mendorong dan membantu percepatan pemekaran. Anggotanya terdiri dari politisi yang berasal dari Ciamis selatan dan elemen lain," ungkap juru bicara Forum Percepatan Pembentukan Kabupaten Pangandaran, Jeje Wiradinata, ketika ditemui di DPRD Ciamis, Senin (8/6).

Disebutkan, salah satu alasan bergabungnya sejumlah politisi dalam forum tersebut, dimaksudkan untuk mempercepat lobi maupun akses di tingkat provinsi maupun pusat. Misalnya, para politisi memiliki jaringan melalui jalur parpol dan kekuasaan.

Forum, lanjutnya, juga bersifat makro, dalam arti tidak hanya membahas percepatan pembentukan Kabupaten Pangandaran, namun juga menjadi mitra, dan komunikasi dengan masyarakat. Keberadaan forum, sekaligus juga untuk mengawal salah satu tujuan pemisahan Ciamis selatan yakni meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Dengan demikian, tambah Jeje, tidak akan muncul anggapan pemisahan tersebut tidak mengubah nasib masyarakat. "Setelah beberapa waktu, ternyata kami menilai prosesnya agak lambat, tidak seperti yang kami perkirakan. Mungkin hal itu juga disebabkan karena kesibukan adanya pilgub, pileg dan sekarang pilpres. Besok Selasa kami rencanakan dengar pendapat dengan DPRD Prov. Jabar," ungkap Jeje yang juga Ketua DPRD Ciamis.

Menurut perhitungan Jeje, tahun 2009 proses pembentukan Kabupaten Pangandaran sudah selesai di tingkat Provinsi Jabar. Informasi yang diterimanya, saat ini persoalan pembentukan Kabupaten Pangandaran sudah masuk sebagai Hak Inisiatif DPR. "Proses selanjutnya di tingkat pusat. Kami berharap dapat segera selesai," tambahnya.

Sementara itu Ketua Presidium Pembentukan Kabupaten Pangandaran Supratman mengungkapkan, kajian akademis pembentukan Kabupaten Pangandaran akan disatukan dengan rencana pembentukan Kabupaten Sukabumi Selatan. Dia juga berharap agar pembentukan Kabupaten Pangandaran sebagai pemekaran wilayah Ciamis selatan, akan berjalan lancar. (A-101/das)***

01 Juni 2009

Badan Legislatif Bahas Kab. Pangandaran

CIAMIS, (PRLM).- Pimpinan DPR RI telah menyampaikan Rencana Undang-Undang (RUU) Inisiatif DPR RI tentang Pembentukan Daerah Otonom Baru Kab. Pangandaran kepada Badan Legislatif DPR RI. RUU itu ditandatangani Ketua DPR RI Agung Leksono dengan nomor LG/01/01/2617/DPRRI/V/2009, setelah pimpinan DPRRI menggelar Rapim tanggal 6 Mei 2009.

“Dengan turunnya usulan itu, maka Badan Legislatif DPR RI akan segera melakukan pengharmonisan, pembulatan dan pemantapan,” kata Ketua Presidium Ciamis Selatan, Supratman, B.Sc.

Supratman mengatakan, menurut informasi yang diterimanya, dalam rapat pimpinan tersebut sebanyak 14 orang anggota DPR RI telah menyampaikan hak inisiatifnya. Mereka, berasal dari 8 fraksi, di antaranya PDIP, Partai Golkar, PKS, PAN, Demokrat, dan PKB.

“Kami tentu sangat berterima kasih kepada 14 anggota DPR RI yang telah menandatangani hak inisitaif untuk membuat RUU tentang Pembentukan Kabupaten Pangandaran,” katanya. Adapun anggota dewan dimaksud, di antaranya Eka Santosa (Fraksi PDIP), Agun Gunanjar (Fraksi Golkar), Nina Mardiana (Fraksi PAN), dan H. Umung Anwar (Praksi PKS).

Hanya, kata Supratman, walaupun di DPR RI rencana Pembentukan Kabupaten Pangandaran itu telah sampai tahap pemantapan RUU, ternyata rekomendasi Gubernur Jabar, belum juga keluar sehingga DPRD Jabar belum melakukan pembahasan.

Karena hal itu, jika nanti DPR RI melakukan paripurna untuk mengesahkan RUU Pembentukan Kabupaten Pangandaran bersama kabupaten atau kota lainnya, dikhawatirkan muncul kendala. “Karena itulah kami mengharapkan sekali adanya sikap bijak dari Gubernur Jabar,” harapnya.

Anggota DPRD Jabar asal Ciamis, H. Engkus Kusnadi, S.H. sangat mendukung pembentukan Kabupaten Pangandaran itu. Atas dasar itu, ia mengharapkan agar Gubernur Jabar segera menyikapinya secara cepat dan tepat agar keinginan mayoritas warga di Ciamis selatan pada akhirnya bisa terwujud.

“Pembentukan Kabupaten Pangandaran yang nantinya akan disidangparipurnakan DPR RI itu memerlukan syarat administratif berupa surat rekomendasi dari Gubernur. Karena RUU pembentukan Kabupaten pangandaran terus bergulir di DPR RI, maka sebaiknya Gubernur
menyikapi ini dengan cepat dan tepat,” kata Engkus. (A-112/A-147)***

29 April 2009

LPE Jabar Selatan 4,6 %

BANDUNG, (PRLM).- Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) di Jabar wilayah selatan dipastikan bertahan pada 4,6 persen, jika tidak ditunjang perbaikan infrastruktur jalan. Pemprov Jabar bersikeras mendesak Departemen Pekerjaan Umum untuk segera membenahi 257,75 kilometer jalan terlantar di Jabar Selatan.

Berdasarkan data dari Dinas Bina Marga Jabar, akhir tahun lalu Pemprov Jabar mengusulkan dana perbaikan jalan telantar di Jabar Selatan senilai Rp 78 miliar. Namun pada APBN 2009, pemerintah pusat hanya mengabulkan Rp 20 miliar dari usulan tersebut. Sementara alokasi dana yang disiapkan pada APBD Jabar untuk perbaikan jalan sebesar Rp 27 miliar.

Kepala Dinas Bina Marga Jabar, Sjaefuddin Mamun, mengatakan, saat ini panjang jalan lintas di Jabar selatan mencapai 421 kilometer. Jalan tersebut, sambung dia, terdiri dari jalan nasional 44,64 kilometerm dan jalan provinsi 118,78 kilometer.

Sedangkan jalan yang telantar, kata Sjaefuddin, mencapai 257,75 kilometer. Dia mengakui, jalan tersebut menjadi terlantar karena hingga kini non status. "Tidak ada statusnya, apakah tanggung jawab pemprov atau pusat," ujarnya kepada wartawan di kantornya.

Dia menjelaskan, lokasi jalan non status tersebut sangat signifikan dan sangat efektif untuk digunakan kegiatan agrobisnis. Tahun ini, pihaknya akan memperbaiki jalan tersebut dengan dana perbaikan jalan yang berasal dari APBN sebesar Rp 20 miliar dan APBD Jabar Rp 27 miliar.

Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan, menjelaskan, dibandingkan wilayah lain, pertumbuhan ekonomi di Jabar selatan lebih rendah. Saat ini, rata-rata pertumbuhan ekonomi di Jabar wilayah utara mencapai 5,2 persen, Jabar tengah 4,9 persen, dan Jabar selatan hanya 4,6 persen.

"Persoalannya adalah aksesbilitas jalan yang buruk. Padahal, sambung dia, kegiatan ekonomi di wilayah Jabar selatan sangat bergantung pada kualitas jalan," kata Heryawan.

Perekonomian warga Jabar selatan, kata dia, akan melonjak signifikan jika dilakukan perbaikan infrastruktur. Heryawan menjelaskan, potensi agrobisnis dan perikanan di Jabar Selatan sangat tinggi bila dibandingkan daerah lain.

"Andai saja jalannya bagus, maka usaha mereka akan meningkat tajam. Pertumbuhan ekonominya bisa mencapai lima persen," kata Heryawan.

Kepala Dinas Perhubungan Jabar Dodi Cahyadi, menjelaskan, saat ini kondisi jalan dari Palabuhanratu, Kab. Sukabumi hingga Pangandaran, Kab. Ciamis terputus-putus. Pihaknya mengaku kerap menerima keluhan dari pelaku bisnis perikanan terkait kondisi jalan tersebut.(A-132/A-120)***

(sumber: Pikiran Rakyat, 29 April 2009)

18 April 2009

Pembentukan Kabupaten Pangandaran Terus Berjalan

Wilujeng Tepang deui. Hampir 2 bulan saya jauh dari akses internet. Saya telah update info tentang perkembangan pembentukan Kabupaten Pangandaran. Tak ada perkembangan berarti dari info media, mungkin karena kesibukan pemilu. Kita akan senang jika dari Kidul ada yang dapat meng-update perkembangan yang terjadi langsung dari lapangan. Kepada Kang Soni (Sekjen Presidium) mungkin bisa share info perkembangan yang terjadi. Berikut di bawah ini adalah kliping terbaru tentang pembentukan Kab. Pangandaran.

Pembentukan Kabupaten Pangandaran Terus Jalan

CIAMIS,(PRLM).-Ketua DPRD Ciamis Jeje Wiradinata optimis pembahasan pembentukan Kabupaten Pangandaran sebagai pemekaran Kabupaten Ciamis tetap akan berjalan, dan tidak terpengaruh oleh hasil pemilu legislatif. Alasannya karena pemekaran tidak didasari kepentingan politis atau per orangan, namun kebutuhan seluruh masyarakat Ciamis.

"Kita terus mengawal proses yang saat ini masih ada di tingkat Provinsi. Jadi proses pemekaran harus terus berjalan, tidak boleh terganggu dengan hasil pileg. Ini adalah murni perjuangan bersama masyarakat Ciamis selatan. Dan soal pemekaran janganlah didasarkan pada kepentingan politis maupun orang per orang," katanya, di ruang kerjanya, Kamis (16/4).

Dia menegaskan hal itu karena menilai ada beberapa tokoh yang merasa pesimis mengenai pembahasan pembentukan Kabupaten Pangandaran, akan terhambat karena terkait dengan hasil pemilu. Bahkan Jeje juga berharap tidak lagi muncul pernyataan yang dapat membuat bingung atau pesimis masyarakat Ciamis selatan.

"Sudah jelas pemekaran merupakan persoalan yang objektif dan kebutuhan semua masyarakat, baik untuk kepentingan masyarakat Ciamis selatan maupun kabupaten induk yakni Ciamis. Dengan pemekaran, maka tingkat pelayanan masyarakat dapat lebih ditingkatkan, sehingga pada gilirannya akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat," tuturnya, seraya menambahkan, perjuangan pembentukan Kabupaten Pangandaran juga didasari ketulusan. (A-101/A-50)***

Sumber: Pikiran Rakyat, 17 April 2009